1. Menghapus atau meniadakan (al-izaalah wal i’daam), yakni menghapus sesuatu atau menghilangkannya.
2. Memindahkan sesuatu yang tatap sama (at-tahwillu ma’a baqaa ‘ihi fi nafsihi), yakni memindahkan suatu barang dari suatu tempat ketempat lain.
3. Menyalin atau mengutip (an-naqlu min kitaabin ilaa kitaabin), yakni menyalin atau mengutip tulisan dari suatu buku ke buku yag lain.
4. Mengubah dan membatalkan dengan menempatkan sesuatu yang lain sebagai gantinya (at-taghyiru wal ibthaal wa iqaamatisyi sya’i maqaamahu), yakni mengubah suatu ketentuan hukum dengan cara membatalkan ketentuan hukum yang ada.
Makna kata “Nasakh“ menurut istilah :
1. Nasakh secara umum, yaitu membatallkan hukum yang diperoleh dari nash ( ketentuan dalil ) yang pertama, dibatalkan dengan ketentuan nashnyang dating kemudian.
2. Nasakh secara singkat, yaitu menghapuskan hukum syara’ dengan adanya memakai dalil syara’ juga.
3. Nasakh secara lengkap, yaitu menghapuskan hukum syara’ dengan memakai dalil syara’ dengan adanya tenggang waktu , dengan catatan kalau sekiranya tidak ada nasakh itu tentulah hukum yang pertama itu akan tetap berlaku.
4. Mengangkatkan hukum syara’ dengan perintah atau kitab Allah yang dating kemudian dari padanya.
HIKMAH NASAKH
Hikmah nasakh secara umum
• Memelihara kemaslahatan hamba.
• Mengembangkan perkembangan tasyri’ itu kepada tingkat yang sempuna dengan menunjang perkembangan dakwah dan melihat perkembangan keadaan orang banyak.
• Mencoba mukallaf dan melakukan percobaan-percobaan dengan mengikuti perintah dan meniadakannya.
• Menanamkan kemauan yang lebih baik kepada umat dan memudahkannya.
• Untuk menunjukkan bahwa syariat agama islam adalah syariat yang paling sempurna.
Hikmah nasakh tanpa pengganti
• Hikmah dalam nasakh seperti ini ialah untuk menjaga kemaslahatan manusia.
Hikmah nasakh dengan ganti seimbang
Hikmah nasakh dengan pengganti yang lebih berat
• Hikmah dalam nasakh ini ialah untuk menambah kebaikan dan pahala.
Hikmah nasakh dengan pengganti yang lebih ringan
• Hikmah dalam nasakh ini ialah untuk memberi dispensasi kepada umat manusia agar mereka bisa mengenyam kemurahan Allah SWT.
PENDAPAT ULAMA’ TERHADAP NASIKH WAL MANSUKH AL-QUR’AN
Adapun pengertian al-nask menurut peristilahan (terminologi )sayara’ dapat dijelaskan dengan berbagai pengrtian . namun demikian, para ulama memberikan pengertian yang hampir sama bahwa al-nask adalah “ merubah hukum syara’ dengan dalil yang datang kemudian “( abu Zahra , 1958:185; al-syaukani, t.th: 184;al-zarqani,t.th,11:72; al-qaththan, 1973:232). Nasikh harus datang sesudah manshuk, tidak boleh mendahului ataupun berbarengan turunnya.
Adapun takhshish para ulama’ Hanafi mensyaratkan akan kebersamaan yang khash dan yang’am dalam masalah turunya.
Menurut ijma’ kaum meslimin dan jumhur ulama, masalah nasakh secara akal bisa terjadi dan secara sam’I telah terjadi.
Menurut kaum Nasrani ( sekarang ) masalah nasakh tidak mungkin terjadi menurut akal ataupun menurut pandangan.
Menurut pendirian golongan inaniyah dari kaum yahudi dan pemdiri pendirian abu muslim al-asfihani , masalah nasakh menurut akal itu mungkin terjadi tetapi menurut syara’ dilarang.
CARA MENENTUKAN NASAKH
Ada kesempatan tegas atau pentransimisian yang jelas dari nabi s.a.w ayau sahabat seperti dalam redaksi hadist : (kuntu nahaitukum’an ziyartil qubuur alaa fazuuruuhaa) dan seperti ucapan anas bin malik dalam kisah ashab bi’r ma’unah (nazala fihim quran qara’naahu hataa rufi’a)
Konsesus (ijma’) umat bahwa ayat ini nasikh dan ayat itu Mansukh
Mengetahui mana yang lebih dahulu dan mana yang belakangan berdasarkan histori. Histori ayat dapat diketahui dari keterangan sahabat, yang bukan ijtihad sahabt itu sendiri . misalkan sahabat itu mengatakan “ ayat ini turun pada tanggal, bulan atau tahun sekian, sedangkan ayat ini turun pada tanggal , bulan atau tahun sekian , jadi ayat ini lebih kemudian dari ayat itu.
TEMPAT NASAKH
Teori Nasikh Mansukh termauk dalam lingkup kajian ilmu ushul fiqh dan ulumul al-Qur’an. Dua bidang ilmu ini sama-sama membicarakan teori Nasikh Mansukh. Dalam bidang ushul fiqh, kajian teori tentang Nasikh Mansukh menduduki posisi bahasan yang cukup penting karena dalam bidang ilmu inilah dijelaskan hukum apa yang masih berlaku dan hukum mana yang telah dicabut pemberlakuan hukumnya atau dibatalkan ketetapan hukumnya. Ulumul al-Qur’an menjelaskan semua seluk beluk al-Qur’an sedangkan ushul fiqh menjelaskan seluk beluk metode penarikan (istinbath) hukum dari satu dalil hukum. Hukum kedua ilmu ini memang tidak dapat dipisahkan.
PEMBAGIAN NASAKH
Pertama , nasakh al-quran dengan al-quran . bagian ini disepakati kebolehanya dan telah terjadi dalam pandangan mereka yang mengtatakan adanya nasakh . misalnya ayat tentang ‘idah empat bulan sepuluh hari ‘ sebgaimana akan dijelaskan contohnya .
Kedua, naskh al-Qur’an dengan Sunnah. Naskh ini ada dua macam:
Naskh al-Qur’an dengan hadits ahad. Jumhur berpendapat, al- Qur’an tidak boleh dinasakh oleh hadits ahad, sebab al-Qur’an adalah mutawatir dan menunjukkan yakin, sedang hadits ahad adalah dhanni, bersifat dugaan, disamping tidak sah pula menghapuskan sesuatu yang ma’lum [jelas diketahui] dengan yang madhnun [diduga].
Naskh al-Qur’an dengan hadits mutawatir. Naskh demikian dibolehkan oleh Malik, Abu Hanifah dan Ahmad dalam satu riwayat, sebab masing-masing keduanya adalah wahyu.
Naskh sunnah dengan al-Qur’an. Ini dibolehkan oleh jumhur. Sebagai contoh ialah masalah menghadap ke Baitul Maqdis yang ditetapkan dengan sunnah dan di dalam al-Qur’an tidak terdapat dalil yang menunjukkannya . Tetapi naskh versi ini pun ditolak oleh Syafi’i dalam suatu riwayat. Menurutnya, apa saja yang ditetapkan sunnah tentu didukung oleh al-Qur’an. Dan apa saja yang ditetapkan al-Qur’an tentu didukung pula oleh sunnah. Hal ini karena antara Kitab dengan sunnah harus senantiasa sejalan dan tidak bertentangan.
Naskh sunnah dengan sunnah. Dalam kategori ini terdapat empat bentuk:
1. Naskh mutawatir dengan mutawatir
2. Naskh ahad dengan ahad
3. Naskh ahad dengan mutawatir
4. Naskh mutawatir dengan ahad.
Tiga bentuk pertama dibolehkan, sedang pada bentuk keempat terjadi perbedaan pendapat seperti halnya naskh al-Qur’an dengan hadits ahad, yang tidak dibolehkan oleh jumhur.
Adapun naskh ijma’ dengan ijma’ dan qiyas dengan qiyas atau menasakh dengan keduanya, maka pendapat yang shahih tidak membolehkannya.
NASAKH BERPENGGANTI DAN TIDAK
Nasakh terbagi menjadi nasakh dengan pengganti dan nasakh tanpa pengganti. Bagian yang pertama seperti menasakh menghadap Baitul Maqdis dengan menghadap Ka’bah. Bagian kedua seperti firman Allah SWT “ apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul, hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (pada fakir-miskin) sebelum melakukan pembicaraan itu” (QS al-Mujadalah : 12). Terbagi juga dalam nasakh yang penggantinya lebih berat , seperti menasakh bolehnya memilih antara puasa Ramadhan dan membayar fidyah, menjadi ditentukan puasa saja. Allah SWT berfirman : “Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah”.. sampai firman Allah SWT “Barang siapa diantara kamu hadir dibulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu”. Dan nasakh yang penggantinya lebih ringan , seperti dinasakhnya firman Allah SWT “ jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahakan dua ratus orang musuh”
Nasakh terbagi menjadi 2 :
Nasakh tanpa pengganti, contoh: QS al-Mujadalah ayat 12.
Nasakh berpengganti ada 3, yaitu :
1. Penggantinya lebih berat, contoh seperti diatas (menasakh bolehnya memilih antara puasa ramadhan dan membayar fidyah).
2. Penggantinya lebih ringan, contoh ayat tentang mushabarah (sabar dalam perang) diatas.
3. Pengganti yang menyamai, contoh dinasakh menghadap Baitul Maqdis yang ditetapkan berdasarkan sunnah fi’liyah (perbuatan) dalam hadits shahih bukhari muslim dengan menghadap masjidil haram.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apakah kamu suka? Dukung blog ini ya.. :)